Sabtu, 31 Maret 2018

Hukum Perikatan


HUKUM PERIKATAN
Hukum perikatan adalah hubungan hukum antara dua pihak, di mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban memenuhi tuntutan tersebut.
Dasar Hukum Perikatan

Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber yaitu :
1.Perikatan yang timbul dari persetujuan(perjanjian).
2.Perikatan yangy timbul dari undang–undang.
3.Perikatan terjadi bukan perjanjian.
4. Asas–asas dalam Hukum Perjanjian

Sumber-sumber Perikatan

Perikatan yang bersumber dari perjanjian (Pasal 1313 KUHPer), terdiri dari:
1.    Perjanjian bernama,yakni perjanjian yang sudah ditentukan dan diatur dalam Perpu/UU. Misalnya: jual-beli, sewa-menyewa.
2.    Perjanjian tidak bernama, yakni perjanjian yang belum ada dalam UU. Misalnya: leasing, dsb.
Perikatan yang bersumber dari Undang-Undang (Pasal 1352 KUHPer), terdiri dari:
1.      Undang-undang saja (1352 KUHPer), contohnya: hak numpang pekarangan.
2.      Undang-undang karena perbuatan orang (Pasal 1353 KUHPer), contohnya: perbuatan yang halal (1354 KUHPer) dan perbuatan yang melawan hukum (1365 KUHPer).

Obyek Perikatan

Yang dimaksud dengan obyek Perikatan ialah segala sesuatu yang diperjanjikan oleh kedua belah pihak yang bersangkutan. Obyek Perikatan dinamakan Prestasi Perikatan. Menurut Pasal 1234 KUHPerdata, Prestasi dapat berupa:
a. Kewajiban untuk memberikan sesuatu
b. Kewajiban untuk berbuat sesuatu
c.  Kewajiban untuk tidak berbuat sesuatu
Kewajiban untuk memberikan Sesuatu ialah kewajiban untuk memberikan hak milik / hak penguasaan atau hak memilki sesuatu. Kewajiban untuk berbuat sesuatu adalah Segala perbuatan yang bukan memberikan sesuatu, misalnya membangun gedung. Kewajiban untuk tidak berbuat sesuatu adalah kewajiban yang menjanjikan untuk tidak berbua sesuatu yang telah diperjanjikan. Misalnya, pedagang beras A yang berjualan disebelah pedagang beras B berjanji untuk tidak menurunkan harga berasnya, yang dimaksudkan untuk menyainginya.

Subyek Perikatan

Para pihak pada suatu perikatan disebut Subyek-Subyek Perikatan, yakni Kreditur yang berhak dan debitur yang berkewajiban atas Prestasi.
Kedudukan Kreditur, tidak dapat diganti secara sepihak misalnya: Cessie
Akan tetapi dapat diganti dengan menggunakan klausula atas tunjuk dan atas bawa Penggantian debitur secara sepihak pada umumnya tidak pernah terjadi.

PERJANJIAN

Hubungan Perikatan dengan Perjanjian

Menurut Prof. Subekti, perkataan “perikatan” mempunyai arti yang lebih luas dari perkataan “perjanjian”. Perikatan lebih luas dari perjanjian, karena perikatan itu dapat terjadi karena:
1.      Perjanjian
2.      Undang-Undang
Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa antara perjanjian dengan perikatan mempunyai hubungan, di mana perjanjian menerbitkan perikatan. Perjanjian merupakan bagian dari perikatan. Jadi, perjanjian melahirkan perikatan dan perjanjian merupakan sumber terpenting dalam perikatan.

Asas-asas Perjanjian

1.      Sistem terbuka. Asas ini mempunyai arti bahwa mereka yang tunduk dalam perjanjian bebas dalam menentukan hak dan kewajibannya. Asas ini disebut juga asa kebebasan berkontrak, yaitu semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya (Pasal 1338 KUHPer).
2.      Bersifat pelengkap. Artinya pasal-pasal dalam hukum perjanjian boleh disingkirkan, apabila pihak-pihak yang mebuat perjanjian itu menghendaki dan membuat ketentuan-ketentuan sendiri yang menyimpang dari undang-undang.
3.      Konsensualisme . Artinya bahwa suatu perjanjian lahir sejak detik tercapainya kesepakatan antara kedua belah pihak. Hal ini sesuai dengan syarat syahnya perjanjian (Pasal 1320 KUHPer).
4.      Kepribadian. Mempunyai arti bahwa, bahwa perjanjian hanya mengikat bagi para pihak yang membuatnya. Menurut Pasal 1315 KUHPer, pada umumnya tak seorangpun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji, melainkan untuk dirinya sendiri. 

Syarat-syarat Syahnya Perjanjian

1.      Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. Hal ini dimaksudkan, bahwa para pihak yang hendak mengadakan suatu perjanjian, harus terlebih dahulu bersepakat atau setuju mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang akan diadakan itu.
2.      Kecakapan untuk membuat perjanjian itu. Pada dasarnya, setiap orang yang cakap untuk membuat perjanjian, kecuali jika oleh Undang-Undang tidak dinyatakan tak cakap (Pasal 1329 KUHPer)
3.      Adanya suatu hal tertentu. Suatu hal yang diperjanjikan harus jelas dan dapat ditentukan
4.      Adanya suatu sebab yang halal

Menyangkut isi perjanjian yang tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan undang-undang (lihat Pasal 1337 KUHPer).

Jenis-jenis Perjanjian

1.                  Perjanjian timbal-balik (hak dan kewajiban)
2.                  Perjanjian sepihak (menimbulkan kewajiban pada satu pihak saja)
3.                  Perjanjian cuma-cuma (menimbulkan keuntungan pihak lain)
4.                  Perjanjian atas beban (kedua prestasi ada hubungan hukum)
5.                  Perjanjian konsensuil (kesepakatan antar 2 pihak)
6.                  Perjanjian riil (kesepakatan disertai penyerahan nyata barangnya)
7.                  Perjanjian bernama (diatur UU) dan tak bernama (tak diatur UU)
Wanprestasi
Dalam hukum perikatan dikenal adanya prestasi, yaitu yang dimaksud dengan prestasi ialah kewajiban yang harus dipenuhi tiap-tiap pihak sesuai dengan isi perjanjian dan berdasarkan kesepakatan antara kedua belah pihak yang melakukan perjanjian.
Wanprestasi berarti kelalaian tidak menepati kewajibannya dalma perjanjian. Akibat yang ditimbulkan dari wanprestasi ini bisa menimbulkan kerugian pada kreditur. Maka akan ada sanksi bagi debitur antara lain ada 4 sanksi, yaitu:
1.                  Debitur harus mengganti kerugian yang diderita kreditur
2.                  Pembatalan perjanjian disertai dengan pembayaran ganti kerugian
3.                  Peralihan resiko pada debitur sejak terjadinya wanprestasi
4.                  Pembayaran biaya perkara apabila diperkarakan di muka hakim.



Hukum Perdata



HUKUM PERDATA
Hukum perdata ialah hukum atau ketentuan yang mengatur kewajiban, hak-hak, serta kepentingan antar individu dalam masyarakat yang sifatnya privat(tertutup).Hukum perdata biasa dikenal dengan hukum privat.Hukum perdata berfungsi untuk menangani kasus yang bersifat privat atau pribadi. Misalnya,  seperti  hukum tentang warisan, hukum tentang perceraian, hukum tentang pencemaran nama baik serta hukum perikatan.Hukum perdata memiliki tujuannya ialah untuk menyelesaikan konflik ataupun masalah  yang terjadi diantara kedua belah pihak.
KEADAAN HUKUM DI INDONESIA
Mengenai keadaan hokum perdata di Indonesia dapat dikatakan masih bersifat majemuk, yaitu beraneka ragam. Penyebab dari keanekaragaman ini ada 2 faktor:

1)   Faktor ethnis disebabkan keanekaragaman hokum adat bangsa Indonesia karena Negara kita Indonesia ini terdiri dari berbagai suku bangsa.
2)   Faktor hostia yuridis yang dapat kita lihat, yang pada pasal 163.I.S. yang membagi penduduk menjadi 3 golongan, yaitu:
a.      Golongan eropa dan yang dipersamakan.
b.      Golongan bumu putera (pribumi/bangsa Indonesia asli) dan yang dipersamakan.
c.      Golongan timur asing (bangsa cina, india, arab)

Dan pasal 131 .I.S. yang membedakan berlakunya hokum bagi golongan-golongan tersebut:
·         Golongan Indonesi asli berlaku hukum adat
·         Golongan eropa barlaku hokum perdata (BW) dan hokum dagang (WVK)
·         Golongan timur asing berlaku hokum masing-masing dengan catatan timur asing dan bumi putera boleh tunduk pada hokum eropa barat secara keseluruhan atau untuk beberapa macam tindakan hokum perdata.

Untuk memahami keadaan hokum perata di Indonesia patutlah kita terlebih dahulu mengetahui politik pemerintahan Hindia Belanda terlebih dahulu terhadap hokum di Indonesia.
Pedoman politik bagi pemerintah Hindia Belanda terhadap hokum di Indonesia ditulis dalam pasal 131 (I.S.) (Indische Staatregeling) yang sebelumnnya pasal 131 (I.S.) yaitu pasal 75RR (Regeringsreglement) yang pokok-pokoknya sebagai berikut:
1.      Hokum perdata dan dagang (begitu pula Hukum Pidana beserta Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana haru diletakan dalam Kitab Undang-undang yaitu di Kodifikasi).
2.      Untuk golongan bangsa Eropa haru dianut perundang-undangan yang berlaku di negeri Belanda (sesuai azas Konkordansi).
3.      Untuk golongan bangsa Indonesia Asli dan Timur Asing (yaitu Tionghoa, Arab, dll) jika ternyata bahwa kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendakinya, dapatlah peraturan-peraturan untuk bangsa Eropa dinyatakan berlaku untuk mereka.
4.      Orang Indonesi Asli dan orang Timur Asing, sepanjang mereka belum ditundukkan dibawah suatu peraturan bersama dengan bangsa Eropa, diperbolehkan menundukkan diri pada hokum yang berlaku untuk bangsa Eropa. Penundukan ini boleh dilakukan baik secara umum maupun secara hanya mengenai suatuperbuatan tertentu saja.
5.      Sebelumnya hokum untuk bangsa Indonesia ditulis didalam undang-undang maka bagi mereka itu akan tetap berlaku hokum yang sekarang berlaku bagi mereka, yaitu Hukum Adat.
Berdasarkan pedoman tersebut diatas, dijaman Hindia Belanda itu telah ada beberapa peraturan UU Eropa yang telah dinyatakan berlaku untuk bangsa Indonesia Asli, seperti pasal 1601-1603 lama dari BW yaitu perihal:
·         Perjanjian kerja perburuhan: (staatsblat 1879 no 256) pasal 1788-1791 BW perihal hutang-hutang dari perjudian (straatsblad 1907 no 306).
·         Dan beberapa pasal dari WVK (KHUD) yaitu sebagai besar dari Hukum Laut (straatsblat 1933 no 49).
Disamping itu ada peraturan-peraturan yang secara khusu dibuat untuk bangsa Indonesia seperti:
·         Ordonasi Perkawinan bangsa Indonesia Kristen (staatsblad 1933 no 74).
·         Organisasi tentang Maskapai Andil Indonesia (IMA) staatsblad 1939 no 570 berhubungan dengan no 717).
Dan ada pula peraturan-peraturan yang berlaku bagi semua golongan warga Negara yaitu :
·         UU Hak Pengarangan (Auteurswet tahun 1912)
·         Peraturan Umum tentang Koperasi (staatsblad 1933 no 108)
·         Ordonansi Woeker (staatsblad 1938 no 523)
·         Ordonansi tentang pengangkutan di uara (staatsblad 1938 no 98).




Sabtu, 24 Maret 2018

Subjek dan Objek Hukum


SUBJEK HUKUM
Merupakan setiap orang mempunyai  hak dan kewajiban untuk melakukan tindakan hukum, seperti melakukan perjanian, menikah,membuat wasiat, dan lain-lain. Maka dari itu, manusia oleh hukum diakui sebagai pendukung hak dan kewajiban sebagai subjek hukum. Setiap warga negara maupun orang asing dengan tidak memandang agama atau kebudayaan adalah subjek hukum. Setiap orang yang mempunyai hak dan juga kewajiban.
Subjek Hukum terdiri dari :
1.      Manusia
Manusia sebagai subjek hukum sejak saat ia lahir dan berakhir saat ia meninggal dunia. Sebagai subjek hukum, manusia memiliki wewenangan saat melakukan tindakan hukum apabila manusia itu telah dewasa serta sehat rohaninya atau jiwanya, dan tidak ditaruh diawah pengampuan. Oleh karena itu, seorang manusia dianggap cakap hukum harus memenuhi dua kriteria, yaitu dewasa, sehat rohaninya atau jiwanya, dan tidak dibawah pengampuan.
2.      Badan Hukum
Badan hukum merupakan perkumpulan yang menanggung hak dan kewajiban yang bukan manusia. Badan hukum sebagai pembawa hak yang tidak berjiwa dapat melakukan sebagai pembawa hak manusia, seperti dapat melakukan persetujuan, memiliki kekayaan yang sama sekali terlepas dari kekayaan anggota – anggotanya.

SUBJEK HUKUM BADAN HUKUM
Adalah suatu perkumpulan atau lembaga yang dibuat oleh hukum dan mempunyai tujuan tertentu.
Badan Hukum sebagai subjek hukum dapat dibedakan menjadi dua macam :
1.      Badan Hukum Publik
Adalah baan hukum yang didirikan berdasarkan publik yang menyangkut kepentingan publik atau orang banyak atau negara umumnya.
 Contohnya : Negara, propinsi dan kabupaten.
2.      Badan Hukum Perdata
Adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum sipil atau perdata yang menyangkut kepentingan banyak orang yang menyangkut didalam badan hukum itu.
 Contohnya : Perseroan Terbatas (PT), Yayasa dan Koperasi.

OBJEK HUKUM
Merupakan segala sesuatu yang bermanfaat bagi sybjek hukum dan dapat menjadi objek dalam susatu hubungan hukum. Objek hukum berupa benda atau barang ataupun hak yang dapat dimiliki dan bernilai ekonomis.
Pada dasarnya objek hukum dibagi menjadi 2, yaitu:
1.      Benda Bergerak
Benda bergerak/tidak tetap, berupa benda yang dapat dihabiskan dan benda yang tidak dapat dihabiskan. Yaitu dapat dibedakan sebagai berikut :
·         Benda bergerak karena sifatnya, menurut pasar 509 KUH Perdata  yaitu benda yang dapat dipindahkan, misalnya meja, kursi, dan yang dapat berpindah sendiri contohnya ternak.
·         Benda bergerak karena ketentuan undang-undang, menurut pasal 511 KUH Perdata adalah hak-hak atas benda bergera, misalnya hak memungut hasil atas benda-benda bergerak, hak pakai atas benda bergerak, dan saham-saham perseroan terbatas.
2.      Benda Tidak Bergerak
·         Benda tidak bergerak karena sifatnya, yakni tanah dan segala sesuatu yang melekat diatasnya, misalnya pohon, tumbuh-tumbuhan, area, dan patung.
·         Benda tidak bergerk karena tujuannyayakni mesin alat-alat yang dipakai dalam pabrik.
·         Benda tidak bergerak karena ketentuan undang-undang, ini berwujud hak-hak atas benda-benda yang tidak bergerak misalnya hak memungut hasil atas benda yang tidak dapat bergerak, hak pakai atas benda tidak bergerak dan hipotik.



Minggu, 11 Maret 2018

Pengertian Hukum dan Hukum Ekonomi



Pengertian Hukum dan Hukum Ekonomi
Hukum merupakan aturan – aturan yang dibuat oleh pemerintah dan diterapkan dalam masyarakat serta hukum merupakan aspek penting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan, hukum bertujuan untuk membatasi tingkah laku manusia
Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana yang berupayakan cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas kekuasaan politik serta cara perwakilan di mana mereka yang akan dipilih. 
Tujuan Hukum :
  1. Mendatangkan kemakmuran masyarakat mempunyai tujuan;
  2. Mengatur pergaulan hidup manusia secara damai;
  3. Memberikan petunjuk bagi orang-orang dalam pergaulan masyarakat;
  4. Menjamin kebahagiaan sebanyak-banyaknya pada semua orang;
  5. Sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir dan batin;
  6. Sebagai sarana penggerak pembangunan; dan
  7. Sebagai fungsi kritis.
Sumber Hukum
adalah segala sesuatu yang melahirkan hukum. Sumber hukum dapat pula disebut sebagai asal muasal  hukum.
Dua sumber hukum, yaitu :
1.      Sumber hukum formal 
adalah sumber hukum yang memiliki bentuk atau forma tersendiri  yang berlaku secara umum dan telah diketahui atau berlaku umum. Adapun yang menjadi sumber hukum formal adalah undang-undang, kebiasaan/ adat-istiadat/ tradisi, traktat/ perjanjian antarnegara, yurisprudensi, dan doktrin.

2.      Sumber hukum material 
adalah sumber-sumber yang melahirkan isi (materi) suatu hukum sendiri, baik secara langsung maupun tidak langsung. Biasanya yang menjadi sumber-sumber hukum materil adalah aneka gejala yang ada dalam kehidupan masyarakat, baik yang telah menjelma menjadi peristiwa maupun yang belum menjelma menjadi peristiwa.
Yang dapat menjadi sumber hukum materil adalah segala unsur yang menjadi aspek-aspek kehidupan masyarakat sendiri, misalnya unsur kebudayaan, unsur pendidikan, unsur ekonomi/ perdagangan, unsur pertahanan, unsur kefilsafatan/ pandangan hidup dan sebagainya serta tentu saja unsur keperluan yang dapat terjelma di berbagai bidang kehidupan tersebut.
Kaidah / Norma Hukum
Kaidah hukum adalah peraturan yang dibuat atau yang dipositifkan secara resmi oleh penguasa masyarakat atau penguasa negara, mengikat setiap orang dan berlakunya dapat dipaksakan oleh aparat masyarakat atau aparat negara, sehingga berlakunya kaidah hukum dapat dipertahankan. Kaidah hukum ditujukan kepada sikap lahir manusia atau perbuatan nyata yang dilakukan manusia. Kaidah hukum tidak mempersoalkan apakah sikap batin seseorang itu baik atau buruk, yang diperhatikannya adalah bagaimana perbuatan lahiriyah orang itu. Coba kita pikirkan contoh berikut, ada seorang pria menikahi seorang wanita dengan sah sesuai dengan aturan agama dan negara tetapi sebenarnya didalam hatinya ada niat buruk untuk menguras harta kekayaan si pihak wanita dan lain – lain. Dari contoh tersebut secara lahiriyah sesuai dengan kaidah hukum karena dia menikahi dengan jalur tidak melanggar hukum tapi sebenarnya batin pria tersebut adalah buruk.
Karena ada kaidah hukum maka hukum dapat dipandang sebagai kaidah. Hukum sebagai kaidah adalah sebagai pedoman atau patokan sikap tindak atau perikelakuan yang pantas atau diharapkan. Pada konteks ini masyarakat memandang bahwa hukum merupakan patokan-patokan atau pedoman-pedoman yang harus mereka lakukan atau tidak boleh mereka lakukan. Pada makna ini aturan-aturan kepala adat atau tetua kampung yang harus mereka patuhi bisa dianggap sebagai hukum, meskipun tidak dalam bentuk tertulis. Kebiasaan yang sudah lumrah dipatuhi dalam suatu masyarakat pun meskipun tidak secara resmi dituliskan, namun selama ia diikuti dan dipatuhi dan apabila yang mencoba melanggarnya akan mendapat sanksi, maka kebiasaan masyarakat ini pun dianggap sebagai hukum.

Ekonomi
Merupakan salah satu ilmu sosial yang mempelajari aktivitas manusia yang berhubungan dengan produksidistribusi, dan konsumsi terhadap barang dan jasa. Istilah "ekonomi" sendiri berasal dari bahasa Yunani, yaitu οἶκος (oikos) yang berarti "keluarga, rumah tangga" dan νόμος (nomos) yang berarti "peraturan, aturan, hukum". Secara garis besar, ekonomi diartikan sebagai "aturan rumah tangga" atau "manajemen rumah tangga." Sementara yang dimaksud dengan ahli ekonomi atau ekonomi adalah orang menggunakan konsep ekonomi, dan data dalam bekerja.
Hukum Ekonomi
Hukum ekonomi adalah hubungan peristiwa ekonomi dengan peristiwa ekonomi yang lainnya dan diatur oleh rumusan-rumusan tertentu.
1.      Contoh hukum permintaan: “Apabila harga meningkat, maka jumlah permintaan akan                      menurun”
2.      Contoh hukum penawaran: “ Apabila harga meningkat, maka jumlah penawaran juga akan meningkat”
Hubungan antara peristiwa ekonomi dibagi menjadi:
·                     Hubungan kausal (sebab-akibat)
Contoh:
Gaji PNS naik, maka harga barang kebutuhan pokok naik, panen sawah padi meningkat maka harga padinya menurun
·                     Hubungan fungsional (saling mempengaruhi)



 

Rizky Fitria Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang