PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI
Pengertian Sengketa
sengketa
berarti pertentangan atau konflik, Konflik berarti adanya oposisi atau
pertentangan antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi
terhadap satu objek permasalahan.
Sengketa biasanya bermula
dari suatu situasi dimana ada pihak yang merasa dirugikan pleh pihak
lain. Perasaan tidak puas akan muncul kepermukaan apabila terjadi conflict of interest. Pihak yang merasa dirugikan
akan menyampaikan ketidakpuasannya kepada pihak kedua, apabila pihak kedua
dapat menanggapi dan memuaskan pihak pertama, selesailah konflik tersebut,
sebaliknya jika reaksi pihak kedua menunjukkan perbedaan pendapat atau memiliki
nilai-nilai yang berbeda, akan terjadilah apa yang dinamakan sengketa.
Penyelesaian
sengketa secara formal berkembang menjadi proses adjudikasi yang terdiri atas
proses melalui pengadilan/litigasi dan arbitrase/perwasitan, serta proses
penyelesaian-penyelesaian konflik secara informal yang berbasis pada
kesepakatan pihak-pihak yang bersengketa melalui negosiasi dan mediasi.
Mekanisme Penyelesaian Sengketa
Cara penyelesaian
sengketa dibagi menjadi dua, yakni penyelesaian sengketa melalui pengadilan (litigasi)
dan penyelesaian sengketa tidak melalui pengadilan (non litigasi).
Penyelesaian yang tidak melalui pengadilan yang disebut sebagai “Alternative
Dispute Resolution” (ADR) atau penyelesaian sengketa alternatif.
1. Penyelesaian Sengketa
di Luar Pengadilan
Pengertian ADR disini
adalah lembaga penyelesaian sengketa melalui prosedur yang disepakati para
pihak seperti dengan negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan lain lain. Dengan
demikian yang dimaksud dengan Alternative Dispute Resolutiondalam
perspektif UU No. 30 Tahun 1999 adalah suatu pranata penyelesaian sengketa
diluar pengadilan berdasarkan kesepakatan para pihak dengan mengesampingkan
sengketa secara litigasi di pengadilan.
ADR mempunyai kelebihan atau kentungan
dibandingkan dengan penyelesaian sengketa dengan pengadilan, yakni sebagai
berikut :
a. Sifat kesukarelaan
dalam proses
b. Prosedur yang cepat
dimana prosedur alternatif penyelesaian sengketa bersifat informal
c. Keputusannya
bersifat non-judicial karena kewenangan untuk membuat
keputusan ada pada pihak-pihak yang bersengketa yang berarti pihak-pihak yang
terlibat mampu meramalkan dan mengontrol hasil yang disengketakan.
d. Prosedur rahasia (confidential)
e. Hemat waktu dan hemat
biaya, dan lain sebagainya.
Mekanisme penyelesaian sengketa ini
terdiri antara lain :
a. Negosiasi
Dalam Busines Law yang
disusun ole Mark E. Roszkowski disebutkan: Negosiasi proses yang dilakukan oleh
dua pihak dengan permintaan (kepentingan) yang saling berbeda dengan membuat
suatu persetujuan secara kompromis dan memberikan kelonggaran.
Bentuk ADR seperti ini
memungkinkan para pihak tidak turun langsung dalam bernegosiasi yaitu
mewakilkan kepentingannya kepada masing-masing negosiator yang telah ditunjuk
untuk melakukan kompromi demi tercapainya penyelesaian secara damai.
Bentuk negosiasi hanya
dilakukan diluar pengadilan, tidak seperti perdamaian dan konsiliasi yang dapat
dilakukan pada setiap saat, baik sebelum proses persidangan maupun dalam proses
pengadiln dan dapat dilakukan didalam maupun diluar pengadilan. Agar mempunyai
kekuatan mengikat kesepakatan damai melalui negosiasi wajib didaftarkan di
Pengadilan Negeri dalam jangka waktu 30 hari terhitung setelah
penandatanganannya dan dilaksanakan sejak 30 hari terhitung setelah
pendaftarannya sebagaimana yang diatur dalam Pasal 6 dan 7 dan 8 Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
b. Mediasi
Mediasi adalah suatu
cara penyelesaian melalui pihak ketiga. Pihak ketiga yang disebut sebagai
mediator berfungsi untuk membantu para pihak yang berselisih untuk menyediakan
fasilitas bagi pihak-pihak didalam negosiasi untuk mencapai kesepakatan.
Dalam penyelesaian
sengketa melalui mediasi, tidak terdapat unsur paksaan antara pihak-pihak dan
mediator karena para pihak secara sukarela meminta kepada mediator
untuk membantu menyelesaikan konflik yang sedang mereka hadapi.
Langkah-langkah yang
harus dilakukan bila para pelaku bisnis yang bersengketa akan menempuh jalur
mediasi adalah sebagai berikut :
1) Sepakat para pihak
untuk menempuh proses mediasi
2) Memahami
masalah-masalah
3) Membangkitkan
pilihan-pilihan pemecahan masalah
4) Mencapai kesepakatan
5) Melaksanakan
kesepakatan
Keunggulan mediasi sebagai gerakan ADR
adalah :
1) Negosiasi
Keputusan untuk
mediasi diserahkan kepada kesepatakan para pihak sehingga dapat dicapai suatu
putusan yang benar-benar merupakan kehendak dari para pihak.
2) Informal atau
fleksibel
Tidak seperti dalam
proses litigasi (pemanggilan saksi, pembuktian, replik, duplik dan sebagainya )
proses mediasi sangat fleksibel, kalau perlu para pihak dengan bantuan mediator
dapat mendesain sendiri prosedur bermediasi.
3) Interest based
Dalam mediasi tidak
dicari siapa yang benar atau yang salah, tetapi lebih untuk menjaga kepentingan
masing-masing pihak.
4) Future looking
Karena lebih menjaga
kepentingan masing-masing pihak, mediasi lebih menekankan untuk menjaga
hubungan para pihak yang bersangkutan ke depan, tidak berorientasi ke masa
lalu.
5) Parties orieted
Dengan prosedur yang
informal, maka para pihak yang berkepentingan dapat secara aktif mengontrol
proses mediasi dan pengambilan penyelesaian tanpa terlalu bergantung kepada
pengacara.
6) Parties control
Penyelesaian sengketa
melalui mediasi merupakan keputusan dari masing-masing pihak. mediator tidak
dapat memaksakan untuk mencapai kesepakatan.
Mediasi disisi lain
sebagai salah satu cara penyelesaian sengketa juga memiliki kelemahan yang
perlu disadari oleh peminat mediasi.
1) Mediasi hanya dapat
dilakukan secara efektif jika para pihak memiliki keinginan untuk menyelesaikan
konsensus ( bersifat sukarela ).
2) Pihak yang tidak
beretikad baik dapat memanfaatkan poses mediasi sebagai taktik untuk
mengulur-ngulur waktu penyelesaian sengketa.
3) Beberapa jenis kasus
mungkin tidaki dapat dimediasi, terutama kasus-kasus yang berkaitan dengan
masalah ideologi dan nilai dasar yang tidak menyediakan ruang bagi para pihak
untuk melakukan kompromi-kompromi.
4) Secara normatif
mediasi hanya dapat ditempuh atau digunakan dalam lapangan hukum private tidak
dalam lapangan hukum pidana ( UU No. 23 tahun 1997 Pasal 30 ayat 2 ).
c. Konsiliasi
Konsiliasi adalah Usaha untuk mempertemukan keinginan pihak yang berselisih
untuk mencapai persetujuan dan menyelesaikan perselisihan tersebut. Dalam
pengertian lain Konsolidasi (conciliation), dapat pula diartikan sebagai
pendamai atau lembaga pendamai.
Persediaan suatu komisi konsiliasi biasanya terdiri dari 2 tahap yaitu
tahap tertulis dan tahap lisan. berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh,
konsiliator atau badan konsiliasi menyerahkan laporannya kepada para pihak
disertai dengan kesimpulan dan usulan-usulan sengketannya. usulan ini sifatnya
tidak mengikat karena diterima tidaknya usulan tersebut tergantung sepenuhnya
pada para pihak.
Bentuk ini sebenarnya mirip dengan apa yang diatur dalam Pasal 131 HIR.
Oleh karena itu, pada hakikatnya sistem peradilan Indonesia dapat disebut mirip
dengan mix arbitration, yang berarti:
a) Pada tahap pertama
proses pemeriksaan perkara, majelis hakim bertindak sebagai conciliator atau
majelis pendamai,
b) Setelah gagal
mendamaikan, baru terbuka kewenangan majelis hakim untuk memeriksa dan
mengadili perkara dengan jalan menjatuhkan putusan.
Akan
tetapi, dalam kenyataan praktek, terutama pada saat sekarang; upaya mendamaikan
yang digariskan pasal 131 HIR, hanya dianggap dan diterapkan sebagai formalitas
saja.
Jarang
ditemukan pada saat sekarang penyelesaian sengketa melalui perdamaian di muka
hakim. Lain halnya di negara-negara kawasan Amerika, Eropa, maupun di kawasan
Pasific seperti Korea Selatan, Jepang, Hongkong, Taiwan, dan Singapura. Sistem
konsiliasi sangat menonjol sebagai alternatif. Mereka cenderung mencari
penyelesaian melelui konsiliasi daripada mengajukan ke pengadilan.
d. Arbitrase
Menurut UU No. 3o
tahun 1999 tentang abritase dan alternatif peneyelesaian sengketa umum,
arbitrase dalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata diluar peradilan umum
yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para
pihak yang bersengketa.
Arbitrase sangat
berbeda dengan mediasi dan konsiliasi. Perbedaan pokoknya terletak pada fungsi
dan kewenangannya, yakni :
1) Arbitrase diberi
kewenangan penuh kepada para pihak yang akan menyelesaikan sengketa.
2) Untuk itu arbiter (
arbitral tribunal ) berwenang mengambil putusan yang lazim disebut award.
3) Sifat putusan langsung
final and binding ( final dan mengikat ) kepada para pihak.
Secara umum dinyatakan
bahwa lembaga arbitrase mempunyai kelebihan dibandingkan dengan lembaga
peradialan. kelebihan tersebut antara lain :
1) Dijamin kerahasian
sengketa para pihak.
2) Dapat dihindarkan
kelembatan yang diakibatkan karena hal prosedur dan administrasi.
3) Para pihak dapat
memilih arbiter yang emnurut keyakinannya mempunyai pengetuhuan, pengalaman
serta latar belakang yang cukup mengenal masalah yang disengketan, jujur dan
adil.
Putusan arbitrase
mempunyai putusan yang mengikat pada pihaknya dengan melalui tata cara atau
prosedur yang sangat sederhana saja ataupun langsung dapat dilaksanakan.
Dari praktek yang berjalan di Indonesia, kelemahan arbitrase adalah masih
sulitnya upaya eksekusi dari suatu putusan arbitrase, padahal pengaturan untuk
eksekusi putusan arbitrase nasional maupun internasional sudah cukup jelas.
2. Penyelesaian Sengketa
Perdata Melalui Pengadilan / Litigasi
Ligitasi adalah
artinya persiapan dan presentasi dari setiap kasus, termasuk juga memberikan
informasi secara menyeluruh sebagaimana proses dan kerjasama untuk mengidentifikasi
permasalahan dan menghindari permasalahan yang tak terduga.
Ligitasi sekarang
menjadi tuntutan masyarakat akan adanya supremasi hukum terlihat dari
perkembangan masyarakat yang semakin mengedepankan aspek legalitas.
Kecenderungan masyarakat dewasa ini lebih memilih institusi hukum/ pengadilan
dalam menyelesaikan sengketa atau permasalahan yang terjadi diantara mereka,
daripada harus duduk bersama, bermusyawarah untuk mencapai mufakat.
Proses
pengadilan tidak selalu terjadi dalam gugatan penggugat. daloam beberapa hal
kasus tuduhan palsu dan kurangnya fakta-fakta dari orang-orang yang terkait
dapat menyebabkan akan cepat menyalahkan, dan ini dapat mneyebabkan litigasi
atau tuntutan hukum. sayangnya orang tidak mau bertanggung jawab atas tindakan
mereka sendiri, jadi bukanya menghadapi konsekuensi dari tindakan mereka,
mereka mencoba menyalahkan orang lain dan hanya bisa memperburuk
keadaan.
Asas-asas umum
pengadilan :
1. Asas kebebasan hakim
2. Hakim Bersifat menunggu
3. Pemeriksaan berlangsung terbuka
4. Asas kesamaan (Audi et alteran partem)
5. Hakim aktif memimpin proses
6. Putusan disertai alasan (Motiverings
Plicht)
7. Tidak ada keharusan untuk mewakilkan
8. Beracara dikenakan biaya
9. Peradilan dilakukan “Demi keadilan
berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa”
10. Susunan persidangan dalam bentuk majlis
11. Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan.
Kelemahan sistem
pengadilan :
1. Proses penyelesaian sengketa yang lambat
2. Biaya perkara yang mahal
3. Pengadilan tidak tanggap
4. Putusan pengadilan sering tidak
menyelesaikan masalah
5. Kemampuan hakim yang bersifat
generalis
Apabila persidangan
berjalan lancar maka jumlah persidangan kurang lebih 8 kali yang terdiri dari
sidang pertama sampai dengan putusan hakim.
Lembaga
penyelesaiannya :
a. Pengadilan Umum
Pengadilan Negeri
berwenang memeriksa sengketa bisnis mempunyai karakteristik :
1) Prosesnya sangat formal
2) Keputusan dibuat oleh
pihak ketiga yang ditunjuk oleh negara (hakim)
3) Para pihak tidak
terlibat dalam pembuatan keputusan
4) Sifat keputusan
memaksa dan mengikat ( coercive and binding )
5) Orientasi ke pada
fakta hukum ( mencari pihak yang berasalah )
6) Persidangan bersifat
terbuka
b. Pengadilan Niaga
Pengadilan Niaga adalah pengadilan khusus yang berada dilingkungan
pengadilan umum yang mempunyai kompetensi untuk memeriksa dan memutuskan
permohonan pernyataan pailit dan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU)
dan sengketa HAKI, pengadilan niaga mempunyai karakteristik sebagai berikut :
1) Prosesnya sangat
formal
2) Keputusan dibuat oleh
pihak ketiga yang ditunjuk oleh negara (hakim)
3) Para pihak tidak
terlibat dalam pembuatan keputusan
4) Sifat keputusan
memaksa dan mengikat (coercive and binding )
5) Orientasi pada fakta
hukum (mencari pihak yang salah)
6) Proses persidangan
bersifat terbuka
7) Waktu singkat
Kelebihan penyelesaian sengketa melalui pengadilan ialah ruang lingkup
pemeriksaannya yang lebih luas (karena sistem peradilan di indonesia terbagi
menjadi beberapa bagian yaitu peradilan umum,peradilan agama,peradilan
militer,dan peradilan Tata Usaha Negara sehingga hampir semua jenis sengketa
dapat diperiksa melalui jalur ini ).
Kelemahan penyelesaian sengketa melalui pengadilan ialah kurangnya
kepastian hukum dan hakim yang awam (pada dasarnya hakim harus paham terhadap
semua jenis hukum ).
Contoh kasus
Beberapa waktu yang lalu kasus sengketa tanah menjadi kabar yang heboh bagi
sebagian besar media massa. Salah satu yang hangat dibicarakan adalah kasus
sengketa tanah merunya antara warga dengan PT.Portanigra. kasus ini mencuat
saat warga meruya memprotes keputusan mahkamah agung yang memenangkan gugatan
PT.Portanigra atas tanah seluas 44 Ha. Kepemilikan berganda atas tanah tersebut
berawal dari penyelewengan djuhri,mandor tanah, atas kepercayaan yang diberikan
benny melalui toegono dalam pembebasan di meruya selatan pada tahun 1972.
Djuhri mernjual tanah itu kembali kepada pihak lain karena tahu pembelian tanah
itu melanggar aturan.
Penyelesaian :
Kasus pertanahan itu timbul karena adanya klaim/pengaduan/keberatan dari
masyarakat ( perorangan / badan hukum ) yang berisi kebenaran dan tuntutan
terhadap suatu keputusan Tata Usaha Negara dibidang pertahanan yang telah
ditetapkan oleh pejabat Tata Usaha Negara dilingkungan Badan Pertanahan
Nasional,serta keputusan pejabat tersebut dirasakan merugikan hak-hak mereka
atas suatu bidang tanah tersebut. Dengan adanya klaim tersebut,mereka ingin
mendapat penyelesaian secara administrasi dengan apa yang disebut koreksi serta
merta dari pejabat yang berwenang untuk itu. Kewenangan untuk melakukan koreksi
terhadap suatu keputusan Tata Usaha Negara di bidang pertanahan (sertifikat
/surat keputusan pemberian hak atas tanah), ada pada kepala badan pertanahan
Nasional. Kasus pertanahan meliputi beberapa macam antara lain : mengenai
masalah status tanah,masalah kepemilikan, dan masalah bukti-bukti porelehan
yang menjadi dasar pemberian hak dan sebagainya.
Setelah menerima berkas pengaduan dari masyarakat tersebut di atas,
pejabat yang berwenang menyelesaikan masalah ini akan mengadakan penelitian dan
pengumpulan data terhadap berkas yang diadukan tersebut. Dari hasil penelitian
ini dapat disimpulkan sementara apakah pengaduan tersebut dapat diproses lebih
lanjut atau tidak dapat. Apabila data yang disampaikan secara langsung ke badan
pertanahan Nasional itu masih kurang jelas atau kurang lengkap. Maka badan
pertanahan Nasional akan meminta penjelasan disertai dengan data serta saran ke
kepala kantor wilayah badan pertanahan Nasional Provinsi dan kepala kantor
pertanahan Kabupaten/Kota setempat letak tanah yang disengketakan.
Bilamana kelengkapan data tersebut telah dipenuhi,maka selanjutnya diadakan
pengkajian kembali terhadap masalah yang diajukan tersebut yang meliputi segi
prosedur, kewenangan dan penerapan hukumnya. Agar kepentingan masyarakat
(perorangan atau badan hukum) yang berhak atas bidang tanah yang diklaim
tersebut mendapat perlindungan maka apabila dipandang perlu setelah kepala
kantor pertanahan setempat mengadakan penelitian dan apabila dari kenyakinannya
memang harus distatus quokan, dapat dilakukan pemblokiran atas tanah sengketa.
Kebijakan ini dituangkan dalam surat Edaran kepala badan pertanahan nasional
tanggal 14-1-1992 no 110-150 perihal pencabutan instruksi menteri dalam negeri
no 16 tahun 1984.
Dengan dicabutnya instruksi menteri dalam negeri no 16 tahun 1984, maka
diminta perhatian dari pejabat badan pertanahan nasional di daerah yaitu para
kepala kantor Wilayah Badan pertanahan Nasional Provinsi dan Kepala kantor
Pertanahan Kabupaten / Kota , agar selanjutnya di dalam melakukan penetapan
status quo atas pemblokiran hanya dilakukan apabila ada penetapan Sita Jaminan
(CB) dari pengadilan. (perbandingan dengan peraturan Menteri Negara Agraria/
Kepala Badan Pertanahan Nasional No 3 tahun 1997 pasal 126 ).
Sumber :