Sabtu, 15 April 2017

Kemiskinan dan Kesenjangan




1.      Realitas Kesenjangan Sosial Ekonomi di Indonesia

Kesenjangan social mengacu pada kondisi ketimpangan atau ketidakseimbangan antara kelompok-kelompok dalam masyarakat akibat perbedaan status social dan ekonomi. Kesenjangan social ekonomi tampak nyata ketika ada kelompok masyarakat yang tidak mampu memenuhi kebutuhan fisik dasarnya, sehingga terpaksa menerapkan pola konsumsi “asal kenyang” atau menahan lapar nyaris seharian, menderita busung lapar, mengenakan pakaian using, tinggal dirumah tidak layak huni, putus sekolah, dan terpaksa meringis menahan sakit karena ketiadaan biaya untuk mengakses layanan kesehatan. Sementara disisi lain, ada kelompok masyarakat yang bergelimbang kemewahan hingga dapat menikmati hidangan lezat di restoran bertaraf internasional, membalut diri dengan pakaian bermerk terkenal, tingga dirumah atau apartemen mewah, dan menikmati layanan kesehatan juga pendidikan terbaik bahkan hingga ke mancanegara.
Kesenjangan social ekonomi terlihat nyata pula ketika ada kelompok masyarakat hidup dalam kerentanan dan ketiadaan jaminan masa depan karena penghasilan yang diperoleh hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan sama sekali tidak bersisa untuk ditabung sebagai cadangan asset jika ada keperluan mendesak ( anggota keluarga yang jatuh sakit atau mengalami kecelakaan, tertimpa kemalangan, dan lainnya ). Sementara kelompok orang-orang terkaya, sebagaimana laporan Asia Wealth Report (dalam syawie, 2011), mampu menumpuk kekayaan dalam bentuk deposito atau tabungan (33%), tanah atau bangunan (22%), saham (19%), reksadana pendapatan tetap (16%), serta investasi alternative seperti kurs mata uang asing atau logam mulia (10%).
Kesenjangan social menjadi masalah karena kondisi tersebut akan menimbulkan jurang pemisah pada masyarakat. Para sosiolog dan psikolog social menyebut jurang pemisah itu sebagai jarak social (social distance). Dalam hal ini, suatu kelompok membatasi pergaulan dan menjaga jarak dengan kelompok lain yang berbeda dari kelompoknya karena merasa berbeda, tidak sederajat, atau tidak setaraf (Walgito,2008). Akibatnya potensi perpecahanpun mengancam keutuhan masyarakat.
Bersamaan dengan timbulnya jurang pemisah , benih-benih kecemburuan pun lazimnya mulai tumbuh. Kelompok warga yang tidak mampu memenuhi kebutuhan fisik dasar akibat belitan kemiskinan lambat-laun akan merasa tertekan oleh keadaan yang serba terbatas. Dalam kondisi tertekan, secara psikologis mereka akan mencari sasaran untuk menyalurkan emosi negative. Salah satunya dapat berupa kecemburuan yang diarahkan pada kelompok warga lain yang hidup serba mapan dan nyaman. Jika tak segera diatasi, letupan konflik akan segera meluas.

2.      Upaya menanggulangi kesenjangan social ekonomi

·         Melaksanakan berbagai program untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan warga miskin
·         Memberdayakan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi (UMKMK)
·         Menerapkan kebijakan yang bertujuan mengikis jarak social antarwarga
·         Memberantas korupsi

3.      Kemiskinan

Di Indonesia, Kemiskinan merupakan masalah social yang senantiasa relevan untuk dikaji. Ini bukan saja bahwa mengingat bahwa masalah kemiskinan telah ada sejak negara ini didirikan dan masih hadir hingga saat ini, melainkan juga karena kini keberadaannya semakin meresahkan masyarakat seiring dengan berkembangnya kesadaran warga terhadap hak untuk hidup, mempertahankan hidup, dan meningkatkan taraf kehidupannya, serta hak atas hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin, sebagai bagian dari hak asasi yang dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dan dijamin penuh oleh UU No.39 Tahun 2009 tentang Hak Asasi Manusia.





4.      Penyebab Kemiskinan

·         Kemiskinan Alamiah
Kemiskinan alamiah disebabkan oleh daya dukung lingkungan yang tidak memadai untuk menopang kehidupan manusia selayaknya. Daerah yang mungkin menyebabkan terjadinya kemiskinan alamiah diantaranya adalah daerah yang tandus dan berbatu, tidak menyimpan potensi tambang, dan seandainya terdapat perairan biasanya tidak berlimpah kekayaan.
·         Kemiskinan Struktural
Kemiskina struktural adalah kemiskinan yang disebabkan akibat lemahnya system atau struktur social di dalam masyarakat. Masyarakat ,miskin seolah-olah dibuat tidak berdaya akibat adanya pola kebijakan dan aturan dari pemerintah selaku penguasa yang dianggap cenderung tidak berpihak apalagi untuk memerhatikan kondisi masyarakat miskin agar dapat lebih mandiri dan berdaya. Fenomena social kemiskinan structural ini bisa dilihat dari terbatasnya akses masyarakat miskin terhadap lapangan pekerjaan dan sulitnya memperoleh pendidikan berkualitas.
·         Kemiskinan Kultural
Kemiskinan kultural ini berasal dari merosotnya moral dan mentalitas akibat kebudayaan yang diyakini dan dianut oleh suatu masyarakat. Fenomena kemiskinan kultural tampak dari dipertahankannya sifat-sifat tertentu, seperti malas, tidak mau bekerja keras, selalu menggantungkan hidupnya kepada belas kasihan orang lain, serta pasrah pada nasib tanpa ada kemauan untuk berusaha dan bekerja. Kemiskinan kultural ini masih dianggap sebagai masalah social yang sangat serius dan harus ditangani agar masyarakat miskin dapat bangkit berdaya, berusaha, dan berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

5.      Kebijakan Pengentaan Kemiskinan
Berbagai upaya untuk mengentasakan kemiskinan telah dilakukan oleh pemerintah yang diaplikasikan dalam wujud kebijakan dan program-program baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung. Kebijakan bersifat langsung yaitu berupa program yang langsung diberikan kepada penduduk miskin, contoh;
bantuan tunai langsung (BLT), raskin, sedangkan kebijakan tidak langsung, contoh program Jamkes-mas, program IDT, BOS. Walaupun telah dilakukan berbagai upaya namun kemiskinan tidak dapat dihilangkan seluruhnya, artinya fenomena kemiskinan dengan mudah dapat dijumpai di hampir seluruh wilayah baik di  perkotaan maupun di perdesaan.  Program kemiskinan yang saat ini dilakukan baik yang berasal dari pemerintah maupun non pemerintah umumnya hanya sementara, artinya program tersebut akan berjalan selama masih ada anggaran (dana), setelah dana habis maka selesai pula kegiatan program. Dengan kata lain bahwa program-program kemis-kinan yang selama ini dilaksanakan berdasarkan pada  pendekatan projek dan bukan pendekatan program.Tidak heran jika program pengentasan kemiskinan tidak ber-kelanjutan, akhirnya angka kemiskinan secara absolut di Indonesiai tetap saja tinggi. Tampaknya dalam merumuskan sebuah kebijakan maupun program yang bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan di Indonesia perlu dilakukan beberapa tahapan ke-giatan. Misalnya, diawali dengan assesment, dalam tahap ini dilaku-kan merumuskan atau mengkatagori-kan   dimensi-dimensi   dan   faktor  penyebab kemiskinan, analisis kebutuhan dan potensi yang dapat dikembangkan, dan merumuskan bentuk-bentuk program yang di-inginkan oleh penduduk  miskin. Selain itu, dirumuskan pula pihak-pihak yang dapat dilibatkan dalam kegiatan atau program kemiskinan, serta membuat jadwal pelaksanaannya. Setelah tahap ini selesai, maka dilanjutkan ke  tahap pelaksanaan kegiatan dan diakhiri dengan tahap monitoring dan evaluasi. Seperti yang dikemukakan oleh  Nazara, Suhasil (2007:37) menjelaskan tahapan-tahapan dalam merumuskan kebijakan sebagai berikut; Tahap pertama, melakukan diagnosis dan analisis tentang kemiskinan. Pada tahap ini dilakukan kegiatan melakukan pengukuran tingkat kemiskinan, penargetan dan penen-tuan jenis kebijakan atau program yang ingin dibuat.  Tahap ke dua, adalah menentukan tujuan, target dan indikator yang ingin dicapai. Seperti yang dikemukakan,  lebih lanjut  oleh Suhasil Nazara (2007) ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan target, yaitu  pertama; tujuan yang ingin dicapai harus menyesuaikan dengan standar internasional yaitu harus sesuai dengan tujuan MDGs. Kedua, dalam menentukan tujuan perlu memperhatikan distribusi pendapatan. Ketiga, tujuan ditentukan melalui proses partisipasi semua pihak.  Keempat, tujuan ditentukan dengan menen-tukan ukuran pencapaian atau benchmark  berdasarkan waktu yang tersedia.  Kelima, dalam menetukan tujuan agar lebih tepat sasaran harus berdasarkan pada beberapa ukuran kemiskinan berbeda. Keenam, tujuan harus dibuat secara spesifik dengan program agar proses  monitoring menjadi lebih mudah. Tahap ketiga, yaitu merancang dan meng-implementasikan program. Hasil dari tahap ini yaitu berupa peraturan, petunjuk pelaksanaan, dan petunjuk teknis. Pada saat akan mengimplementasikan program harus dimulai dengan kegiatan sosialisasi program pada taha awal, kemudian dilanjutkan dengan kegiatan moni-toring selama program berlangsung, dan diakhiri dengan kegiatan evaluasi ketika program berakhir. Monitoring dilakukan untuk menyediakan informasi apakah kebijakan program diimplementasikan sesuai dengan rencana dalam upaya mencapai tujuan. Monitoring ini merupakan alat manajemen yang efektif, pada kegiatan ini jika implementasi program tidak sesuai dengan rencana maka dapat
mengidentifikasi letak masalahnya kemudian dicari penyelesainnya. Sedangkan evaluasi berfungsi untuk melihat dampak dengan mengisolasi efek suatu intervensi. Kebijakan dalam upaya pengentasan kemiskinan tentunya dalam implementasi melalui program-program yang berbasis pada penggalian potensi yang ada di masyarakat itu sendiri. Artinya perlu melibatkan peran serta masyarakat dalam melaksanakan program, dan pemerintah berperan sebagai fasilitator. Selain itu perlu juga dirumuskan strategi untuk keberlangsungan program (kegiatan) di masyarakat yang didukung dengan adanya koordinasi antara instansi terkait. Berbagai program telah banyak dilakukan, namun terkesan hanya dapat mengatasi masalah sesaat dan program agar proses  monitoring menjadi lebih mudah. Tahap ketiga, yaitu merancang dan meng-implementasikan program. Hasil dari tahap ini yaitu berupa peraturan, petunjuk pelaksanaan, dan petunjuk teknis. Pada saat akan mengim-plementasikan program harus dimulai dengan kegiatan sosialisasi program pada taha awal, kemudian dilanjutkan dengan kegiatan moni-toring selama program berlangsung, dan diakhiri dengan kegiatan evaluasi ketika program berakhir. Monitoring dilakukan untuk menyediakan informasi apakah kebijakan program diimplementasikan sesuai dengan rencana dalam upaya mencapai tujuan. Monitoring ini merupakan alat manajemen yang efektif, pada kegiatan ini jika implementasi program tidak sesuai dengan rencana maka dapat mengidentifikasi letak masalahnya kemudian dicari penyelesainnya. Sedangkan evaluasi berfungsi untuk melihat dampak dengan mengisolasi efek suatu intervensi. Kebijakan dalam upaya pengentasan kemiskinan tentunya dalam implementasi melalui program-program yang berbasis pada penggalian potensi yang ada di masyarakat itu sendiri. Artinya perlu melibatkan peran serta masyarakat dalam melaksanakan program, dan pemerintah berperan sebagai fasilitator. Selain itu perlu juga dirumuskan strategi untuk keberlangsungan program (kegiatan) di masyarakat yang didukung dengan adanya koordinasi antara instansi terkait.Berbagai  program telah banyak dilakukan, namun terkesan hanya dapat mengatasi masalah sesaat dantidak mengatasi akar masalahnya, sehingga relatif lambat dalam upaya
mengatasi  kemiskinan. Mungkin perlu dirumuskan bentuk program yang lebih rasional dan efektif misalnya, dengan merumuskan model  perlindungan sosial.

Sumber           :
·         Fritz H.S. Damanik, 2014. Sosiologi. Jakarta: PT.Bumi Aksara
·         https://www.google.co.id/url?q=http://jurnal.unpad.ac.id/kependudukan/article/download/doc1/2434&sa=U&ved=0ahUKEwjPsJaPu6XTAhVLLo8KHQtvCnYQFggnMAg&usg=AFQjCNHBo97iDnlh_41JL5UjPxnh-894IQ
 

Rizky Fitria Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang